Masih jadi kontroversi, apakah hobit Flores adalah spesies baru atau manusia purba kerdil.
Hingga saat ini, fosil wanita yang ditemukan di Liang Bua, Flores, masih jadi misteri. Sebab, ukurannya jauh lebih kecil dari manusia normal, sekitar 1 meter.
Perdebatan pun mengemuka, apakah 'Homo floresiensis 'alias manusia 'hobit' dari Flores itu adalah spesies baru nenek moyang kita atau manusia purba yang menderita kelainan genetika yang membuatnya bertubuh mini.
Untuk menguak teka-teki ini, para ilmuwan berencana akan mengambil ekstrak DNA dari hobit itu. Para ahli genetika dari Australian Centre for Ancient DNA (ACAD), Universitas Adelaide berharap bisa memulihkan DNA dari fosil berusia 18.000 tahun itu.
Para ahli mengambil sample gigi premolar dari fosil, menyimpannya di alat pendingin, dan diperlakukan sedemikian rupa agar tak terkontaminasi DNA modern.
Tony Djubiantono, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional -- di mana gigi itu disimpan -- mengatakan perkembangan teknik ekstraksi DNA akan mengatasi masalah pengampilan sample sebelumnya. Ia berharap, ini bisa jadi kunci untuk memahami sejarah evolusi Hommo floresiensis.
Tengkorak Hobit Flores
Jika DNA dapat diekstraksi,komparasi dengan spesies lain akan mengakhiri debat klasifikasi spesies.
Namun, pengambilan DNA melalui gigi fosil bukannya proses yang mudah. Lima tahun lalu dua tim, dari ACAD dan Max Planck Institute of Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman berniat memulihkan DNA dari fosil manusia hobit Flores yang ditemukan pada tahun 2003. Hasilnya, gagal.
Belajar dari kegagalan itu, saat ini, tim yang dipimpin ahli genetika ACAD, Christina Adler menemukan prosedur pengambilan sample bisa jadi bertanggung jawab.
Kebanyakan penelitian tentang genetika gigi kuno telah difokuskan pada jaringan gigi bagian dalam, dentin, tetapi tim Adler menemukan bahwa sementum, lapisan akar, adalah sumber kaya DNA.
Bagaimana cara tim mengambil DNA?
Pengeboran adalah teknik yang biasa dilakukan untuk mendapatkan sample gigi maupun tulang. Tim yang dipimpin Adler menemukan, panas yang dihasilkan kecepatan bor yang lebih dari 1.000 RPM (putaran per menit) justru akan merusak DNA. Untuk itulah ke depan, tim hanya akan menggunakan bor dengan kecepatan sepersepuluhnya, 100 RPM.
Dampak negatif dari bor yang kelewat cepat sebenarnya telah diketahui oleh para dokter gigi. Mereka telah lama tahu, ini akan merugikan pasien. "Ini diakibatkan kurangnya di antara dua spesialis yang berbeda, yang bekerja dalam hal serupa," kata Adler, seperti dimuat situs Scientific American.
Terpisah, spesialis protein analisis protein kuno, Matthew Collins berpendapat, meski hasil analisis tim Adler bisa mengurangi kerusakan molekul selama proses pengambilan sample fosil yang berharga itu, namun ia pesimistis DNA akan didapat. Sebab, suhu tinggi di daerah penggalian kemungkinan besar membuat molekul terpecah.
Namun, tim ACAD optimistis. Semangat mereka didorong kesuksesan pengambilan DNA babi berusia 6.000 tahun dari situs penggalian tahun 2007 lalu. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar