Cabai ‘membakar’ lidah, membuat air mata mengalir dan membuat kita berkeringat. Namun, kesulitan itu tidak mampu melepaskan kita dari jeratan cabai.
Manusia, menurut ahli psikologi, menikmati perasaan saat menyiksa diri mereka sendiri. Ini sering dikenal dengan masokisme. Pedas, pada dasarnya tidak seperti rasa manis, asin atau asam. Pedas berarti rasa sakit. Sensasi pedas merupakan hasil dari pengaktifan reseptor nyeri di lidah.
Menurut psikolog Paul Rozin dari University of Pennsylvania, sepertiga masyarakat di seluruh dunia mengkonsumsi komoditas yang harganya sedang melambung di Tanah Air ini setiap hari. Alasannya sederhana. Manusia menyukai perasaan ‘terbakar’.
Berdasarkan keterangan di Association for Psychological Science, Rozin menekankan bahwa manusia merupakan satu-satunya makhluk yang secara spesifik menggemari sesuatu yang dianggap negatif.
Misalnya, dalam keadaan sehat manusia tidak akan menusuk paha mereka sendiri atau memeras jeruk di mata. Lalu, mengapa serangan malah ditujukan ke organ paling sensitif di tubuh manusia yaitu lidah?
Cabai merupakan unsur unik di makanan yang seharusnya tidak kita nikmati. Contohnya, manusia memiliki keengganan alami untuk kepahitan kopi atau aroma tembakau, tetapi tetap saja dikonsumsi. Ini terkatit zat adiktif yang mereka inginkan.
Sayangnya, capsaicin, senyawa yang memberikan perasaan lezat pada cabe tidak memiliki unsur adiktif. Penjelasan terbaik dari mekanisme ini adalah ‘pembalikan hedonik’ atau ‘masokisme jinak’. Sesuatu telah terjadi di jutaan manusia setiap tahun di mana evaluasi unsur negatif menjadi unsur positif.
“Jika reseptor oral menerima pesan yang sama ke otak antara penyuka cabai dan pihak yang membenci cabai, maka penyuka cabai akan memiliki sensasi yang sama dengan apa yang dimiliki oleh pihak yang benci cabai, bayi ataupun hewan terkait sifat aversif. Ini adalah kesukaan atas suatu sensasi,” kata Rozin.
Namun, hanya manusia yang tampaknya mendapatkan kesenangan atas sensasi negatif.[sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar