Anda yang gemar menonton The Oprah Winfrey Show tentu tak asing dengan wajah dr Mehmet C Oz. Ia begitu piawai menjelaskan ihwal kesehatan dan kedokteran yang rumit dengan amat sederhana dan populer. Tak heran jika buku yang ia tulis bersama dr Michael F Roizen tahun 2007 berjudulYou Staying Young: The Owner’s Manual Extending Your Warranty menjadi best seller nomor satu New York Times.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan baru saja diterbitkan oleh Penerbit Qanita (grup Mizan) dengan judul Staying Young: Jurus Menyiasati Kerja Gen agar Awet Muda Sepanjang Hidup. Yang menarik, di dalam buku ini dibahas dua hal, yaitu telomer dan mitokondria, keduanya bagian dari sel yang memengaruhi cepat lambatnya proses penuaan kita.
Tentang telomer, ternyata tahun ini tiga peneliti yang menyelidikinya: Carol Greider, Elizabeth Blackburn, dan Jack Szoztak, memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran. Mereka dinilai berjasa menemukan bagaimana kromosom-kromosom dilindungi telomer dan enzim telomerase sehingga proses penuaan dapat diperlambat. Telomer sering dibandingkan dengan bagian plastik pada ujung- ujung tali sepatu (aglet) yang menahan agar tali sepatu itu tidak terurai (Kompas, 6/10).
Dalam buku You Staying Young, Oz dan Roizen menulis: ”Setiap kali sel-sel kita membelah diri, telomer akan memendek, seperti ujung tali sepatu yang usang karena terlalu sering dipakai. Saat pelindung di ujung kromosom lepas, DNA dan tali sepatu Anda akan berumbai dan menjadi lebih sulit dipakai. Itu yang menyebabkan sel-sel berhenti membelah dan berkembang. Saat sel-sel menyadari tidak dapat lagi membantu Anda, program bunuh diri sel (apoptosis) diaktifkan, yang akan memengaruhi kondisi penuaan. Namun, tubuh Anda juga memiliki protein— disebut telomerase—yang secara otomatis melengkapi dan menata ulang ujung-ujung kromosom supaya sel-sel tubuh (dan Anda) tetap sehat.”
Telomer yang pendek di antaranya dapat terjadi karena hidup yang penuh stres. ”Tekanan hidup yang berat dapat berpengaruh besar terhadap cara sel tubuh membelah diri—atau berhenti membelah diri. Dengan meditasi, Anda akan mampu memperbaiki telomer dan memperlambat penuaan,” demikian Oz dan Roizen.
Mitokondria seperti generator
Bagaimana dengan mitokondria? Jika telomer terdapat di kromosom dalam inti sel, mitokondria terdapat di luar inti sel. Di dalam satu sel tubuh kita terdapat ratusan mitokondria, yang berfungsi mengubah nutrisi yang berasal dari makanan menjadi bentuk energi yang dimanfaatkan tubuh dalam menjalankan fungsinya.
”Mereka berperan sebagai penggerak utama proses metabolisme. Fungsi dan kondisi disfungsi mereka menjadi tulang punggung yang membangun teori penuaan,” tulis kedua dokter Amerika ini, yang membandingkan mitokondria dengan gedung pembangkit listrik tubuh.
Jika mitokondria diiris horizontal, akan terlihat pola mirip labirin, dan di dalam satu mitokondrion terdapat lusinan untai asam deoksiribo-nukleat (DNA). Saat mitokondria mengubah makanan menjadi bentuk energi, mereka menghasilkan radikal bebas oksigen—molekul-molekul penyebab terjadinya peradangan yang berbahaya bagi mitokondria. Ibarat pabrik yang sudah tua, mitokondria yang menua memuntahkan lebih banyak limbah industri ke lingkungan.
Kian banyak radikal bebas akan lebih banyak kerusakan terhadap DNA mitokondria sehingga kerja mereka tidak efisien. Berarti mitokondria tidak memperoleh sebagian besar energi yang berasal dari pembakaran gula dan oksigen. Akibatnya, terjadi penurunan kadar adenosin trifosfat (ATP), sumber energi utama, walaupun tubuh kita mendapat asupan nutrisi yang cukup.
Kerusakan akibat radang yang terjadi dalam sel tubuh dan mitokondria ini menyebabkan beberapa gangguan yang berhubungan dengan penuaan, di antaranya penyumbatan arteri yang menyebabkan serangan jantung. Kerusakan mitokondria juga terjadi pada penderita diabetes karena mitokondria memengaruhi kemampuan pankreas dalam memproduksi insulin.
Penjelasan populer tentang mitokondria di atas dipuji oleh Prof Dr Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, yang meneliti dan telah menulis ratusan makalah tentang aparat sel tubuh ini. ”Memang betul mitokondria itu mirip generator penghasil listrik dan energi dalam tubuh kita,” katanya ketika ditemui kemarin.
Menurut Sangkot, riset tentang ATP yang sebagian besar dibuat di mitokondria itu telah menghasilkan dua buah Hadiah Nobel Kimia, yaitu tahun 1978 untuk Peter Mitchell (yang menemukan model transfer energi biologis lewat formulasi teori osmotik kimiawi yang lazim disebut sebagai Proton Motive Force) dan tahun 1997 bagi Paul D Boyer, John E Walker, dan Jens C Skou yang membuktikan terjadinya proses sintesis ATP.
”ATP yang dihasilkan mitokondria dipakai oleh tubuh kita untuk pergerakan, panas tubuh, dan pertumbuhan/regenerasi. Perlambatan proses penuaan dapat diintervensi dengan meningkatkan efisiensi produksi ATP, antara lain dengan konsumsi vitamin K, vitamin C, dan koenzim Q10,” tutur Sangkot.
Penelitian dan teori Sangkot tentang kaitan mitokondria dan proses penuaan ini di antaranya pernah dipublikasikan di jurnal Lancet, 25 Maret 1989. ”Saya dan beberapa peneliti lain menemukan bahwa aktivitas mitokondria manusia terus menurun seiring dengan meningkatnya usia. Batas usia tertinggi manusia maksimum adalah 120 tahun. Mau berumur panjang lebih panjang lagi? Hambat kerusakan mitokondria,” katanya.
Betapapun peran mitokondria tak bisa dipandang kalah penting daripada telomer. Hanya peluang memperoleh pengakuan seperti Nobel Kedokteran, menurut Sangkot, jauh lebih sulit karena biologi molekuler mitokondria jauh lebih sulit dan kompleks ketimbang telomer. Kendati ia termasuk salah satu perintis teori kaitan kerusakan mitokondria dan penuaan, kesibukannya sebagai pemimpin sejak Institut Ejikman dihidupkan lagi tahun 1990 membuat peneliti lain seperti Doug Wallace (AS) leading.
Hal yang melegakan Sangkot, jurnal Nature tahun 2004 pernah memublikasikan temuan tentang mencit transgenik yang mengalami penuaan dini karena sintesis DNA mitokondrianya dihambat. Prof Yazuo Kagawa, tokoh sintesis ATP, mengirim kartu tahun baru dan menyatakan teorinya terbukti.
Juga untuk kumpulan makalahnya tentang mitokondria tahun 1974-1995 yang ia serahkan ke Universitas Monash, Melbourne, tahun 1997 untuk doktor tinggi (DSc)-nya, dua profesor yang menilainya mengakui kontribusi Sangkot dalam menerangkan kaitan penuaan dengan kerusakan mitokondria.
Tidak mustahil bakal ada Hadiah Nobel Kedokteran untuk riset kaitan mitokondria dan penuaan, dengan atau tanpa Sangkot. Tabir misteri penuaan pun kian tersibak. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar