Sebanyak 4000 bahan kimia terkandung dalam rokok bisa sebabkan 25 penyakit tidak menular.
Penggunaan rokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar penyebab penyakit tidak menular mulai dari stroke, jantung, diabetes melitus, kanker dan lain sebagainya. Untuk mencegah hal ini, Kementrian Kesehatan menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) yang diidentifikasi sebagai strategi intervensi utama pengendalian penyakit tidak menular.
Berdasarkan data WHO, lebih dari satu miliar orang di dunia menggunakan tembakau dan menyebabkan kematian lebih dari 5 juta orang setiap tahun. Bahkan diperkirakan sebagian besar kematian terjadi pada masyrakat yang tinggal di negara dengan penghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia.
“Pengendalian masalah kesehatan akibat tembakau dan penyakit tidak menular perlu dilakukan secara komprehensif, terintegrasi dan berkesinambungan dengan melibatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat,” kata Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih saat pembukaan Workshop Pengendalian Masalah Kesehatan akibat Tembakau dan Penyakit Menular di Hotel Oasis Amir, Jakarta Pusat.
Berdasarkan data yang dimiliki Kemenkes, untuk menanggulangi masalah penyakit akibat tembakau serta penyakit tidak menular, sebanyak 22 kabupaten/kota di Indonesia seperti Jakarta, Palembang, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Pontianak, Surabaya, Semarang, Sragen, Bangli, Makasar, Enrekang, Lombok Timur, Payakumbuh, Padang Panjang, Padang, Bukit Tinggi, Cirebon, Karanganyar, Pekalongan, Lampung, serta Denpasar telah memiliki kebijakan KTR mulai dari pemberlakuan perda, peraturan gubernur, peraturan walikota, peraturan bupati, SK serta instruksi.
“Penyakit tidak menular dan penyakit yang disebabkan oleh tembakau tidak bisa disembuhkan dengan tuntas dan butuh biaya sangat besar untuk melakukan perawatan khusus, meski demikian, penyakit ini masih bisa dicegah. Hidup bersih saja tidak cukup, tapi harus juga didukung oleh lingkungan bebas dari rokok serta paparan asap rokok untuk mencegahnya,” kata Endang.
Berdasarkan data yang dimilikinya, prevalinsi merokok di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2001 prevalensinya sebesar 31,8 persen, sementara pada 2006 meningkat menjadi 64,2 persen. Bahkan dari data ini diketahui bahwa 6 dari 10 anak sekolah yang disurvei terpapar asap rokok di lingkungan rumahnya sendiri.
Selain itu, sebanyak 3 dari 10 pelajar, pertama kali merokok saat usianya di bawah 10 tahun. Sementara dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) 2010, banyak orang usia 15 tahun ke atas merokok sebesar 34,7 persen meningkat dibandingkan pada 2007 sebesar 33,4 persen.
“Sementara yang terpapar asap rokok pada 2010 76,1 % dan tahun 2007,sebesar 84,5 %. Nilai ini menurun akibat adanya pemberlakukan KTR. Untuk itu, upaya-upaya seperti ini akan terus ditingkatkan. Dan pengendalian kesehatan akibat tembakau perlu dilakukan sepanjang hidup,” katanya.
Selaian melakukan inisiasi pengembangan KTR di berbagai daerah, Kementrian Kesehatan telah melakukan berbagaiupaya seperti membuat jejaring kerja dengan LSM, perguruan tinggi dan masyrakat madani dalam pengendalian tembakau dan penyakit tidak menular termasuk dengan melakukan deklarasi perlindungan anak dari bahaya rokok.
Dan perlu diketahui sebanyak 4000 bahan kimia berbahaya terkandung dalam rokok dan bisa menyebabkan 25 macam penyakit. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar