Siang-siang, rapat panitia kegiatan anu berjalan gerah di ruang OSIS. Ketua panitia merasa anak buahnya tak dapat mengerti apa yang ia sampaikan, padahal papan tulis sudah penuh dengan corat-coret tulisannya. Para anak buah nggak mau kalah, mereka merasa ketua panitia-lah yang nggak menguasai permasalahan sehingga penjelasannya malah membingungkan.
Wah, kalau begini permasalahan komunikasi-lah yang terjadi. Mungkin ketua panitia memang tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Atau malah sebaliknya, ketika mendebat, para anak buah juga tidak bisa mengkomunikasikan protes atau usulnya dengan baik. Nah, kalo gini masalahnya, semua pihak harus menggunakan empati saat berkomunikasi. Inilah saatnya kita perlu tahu apa itu komunikasi empatik, atau komunikasi dengan empati.
Komunikasi Penting Banget!
Sebelum ngomong komunikasi plus empati, kita perlu ingat bahwa sebenarnya komunikasi itu memegang peranan yang penting. Coba saja kita ingat, hampir setiap menit kita berkomunikasi. Di rumah kita berkomunikasi dengan ortu, saudara, pembantu. Di sekolah ada komunikasi dengan teman dan guru, di organisasi juga, di masyarakat tidak beda.
Dengan berkomunikasi kita menyatakan pendapat, mengajukan permohonan, meminta pertolongan, menawarkan solusi, menyampaikan instruksi, dan memberikan informasi kepada orang lain yang kita ajak berkomunikasi.
Jelas kan, komunikasi merupakan bagian yang penting dari kehidupan kita, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kita. Ada orang bilang bahwa dalam kehidupan sosial tidak ada apapun yang lebih penting dari pada kemampuan berkomunikasi yang efektif.
Kemampuan berkomunikasi yang baik bisa membantu menyelesaikan banyak masalah dan mendatangkan banyak untung bagi kita. Sebaliknya, kegagalan dalam berkomunikasi bisa berakibat fatal. Kegagalan ini dapat menyebabkan berbagai bencana: bertengkar sama saudara, bermasalah dengan guru, persahabatan jadi putus, nggak dapat kerja, dan sebagainya.
Tambahin dengan Empati, Biar Enak
Agar komunikasi bisa sukses, para pelaku komunikasi harus memperhatikan dan menerapkan prinsip komunikasi empatik berikut:
Informasi yang Utuh
Dalam berkomunikasi, cobalah terlebih dahulu mencari informasi yang selengkap-lengkapnya sebelum memberikan komentar. Jika kita hanya memiliki sepenggal informasi, jangan langsung membentuk opini dan menyatakan pendapat berdasarkan informasi yang belum lengkap tersebut.
Intinya, Ilmu dulu baru bicara dan bertindak. Ucapan dan tindakan tanpa ilmu yang jelas akibatnya berbahaya. Jadi, yang perlu kita lakukan adalah melengkapi informasi yang kita miliki dengan bertanya kepada pihak-pihak yang mengetahui tentang apa yang akan kita komunikasikan, ataupun aktif mencari informasi tambahan yang diperlukan sehingga kita info yang akan kita komunikasikan pun lebih lengkap.
Berusaha Mengerti
Simak contoh ini, seorang sarjana freshgraduate datang ke pedesaan. Karena baru saja lulus dari perguruan tinggi, ketika mengisi acara, bahasa sarjana ini "canggih" banget. Istilah-istilah berbahasa asingnya keluar begitu saja tanpa ada penjelasan maknanya. Penduduk desa manggut-manggut tidak paham. Akhirnya, penduduk desa pun malah emoh/ogah terhadap sarjana yang sebenarnya berilmu ini.
Ini termasuk kegagalan berkomunikasi. Sering banget kita menuntut untuk dimengerti, tanpa menuntut diri kita untuk mengerti dulu pihak yang kita ajak komunikasi.
Dalam berkomunikasi, ada baiknya bagi kita untuk terlebih dahulu mencoba mengerti, sebelum menuntut untuk dimengerti. Dengan mengerti permasalahan yang sebenarnya, serta mengerti siapa lawan bicara, akan lebih mudah bagi kita memahami apa yang dikomunikasikan orang tersebut, dan akan lebih mudah pula bagi kita untuk memberikan pendapat, masukan yang mudah dimengerti lawan bicara.
Dalam contoh di atas, jika sang sarjana terlebih dahulu mencoba mengerti objek audien-nya, apakah objek sudah paham dengan istilah-istilah berbahasa asing, dan sebagainya, maka tentunya dalam mengkomunikasikan ide-idenya, ia bisa menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Diagnosa Permasalahan, sebelum Respon
Lebih spesifik lagi berkaitan dengan mengerti sebelum dimengerti adalah mendiagnosa permasalahan dengan baik sebelum memberikan respon.
Coba bayangkan, jika Anda merasa demam lalu pergi ke dokter. Anda lalu didiagnosa kena flu, padahal Anda punya gejala-gejala lain yang menandakan Anda terkena tipus. Gara-gara diagnosa yang nggak tepat, obat yang Anda minum pun nggak tepat buat penyakitmu. Akibatnya berbahaya pada dirimu.
Sebelum kita memberikan pendapat, masukan atau jawaban, diagnosis terlebih dahulu secara teliti permasalahan yang dihadapi lawan bicara. Kadang, kita terlalu terburu-buru memberikan respon. Baru mendengar permasalahan lawan bicara sedikit saja, kita sudah merasa sok tahu tentang kelanjutannya, sehingga kita sudah pasang kuda-kuda lalu segera memberi respon. Padahal, masalah tiap orang bisa spesifik banget, sehingga kita hendaknya jangan sok tahu dulu untuk memberi respon.
Baru setelah kita tahu permasalahannya dengan jelas, kita bisa lebih mudah untuk membantu memberikan jawaban, solusi, ataupun masukan yang diperlukan lawan bicara.
Keyakinan Diri
Jika kita tersesat dan bertanya kepada orang yang kita temui di jalan tentang alamat yang kita cari, orang tersebut memberikan informasi tetapi ia tidak terlihat yakin akan informasi yang diberikannya kepada kita. Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan mengikuti petunjuk yang diberikan orang tersebut?
Jika kita pergi ke toko obat, dan si penjual menawarkan obat yang kita perlukan. Tetapi ketika ditanya apakah obat tersebut manjur, si penjual tidak memberikan jawaban yang meyakinkan. Apakah kita akan membeli obat yang ditawarkan tersebut?
Jawaban dari kedua situasi di atas kemungkinan besar adalah ”tidak.” Pada dasarnya, kita cenderung lebih percaya kepada orang yang memiliki dan menunjukkan keyakinan diri tinggi. Jadi, jika kita berkomunikasi, pastikan apa yang kita komunikasikan benar-benar kita kuasai dengan baik, dan benar-benar kita yakini kebenarannya. Jika kita sudah yakin, akan lebih mudah bagi kita untuk meyakinkan orang lain.
Fokus pada Orang Lain
Unsur dalam empati adalah memperhatikan orang lain. Kalo gitu, dalam komunikasi empatik, unsur ini pun punya peranan penting. Ketika berkomunikasi, jika perhatian terfokus pada diri sendiri melulu, kegagalan komunikasilah yang akan terjadi.
Kita perlu lebih memfokuskan perhatian kita pada orang yang kita ajak berkomunikasi, bukannya pada diri sendiri melulu. Dengan memberikan fokus perhatian kepada orang lain, maka orang merasa kita memperdullikan mereka. Selanjutnya, kalau orang merasakan kita memang memberikan perhatian, kepedulian, dan rasa hormat kepada mereka ketika mereka berbicara ataupun menyampaikan pendapat, maka mereka akan juga bersedia mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang akan kita komunikasikan kepada mereka.
Dengan memfokuskan perhatian kepada orang lain, kita bisa lebih mudah memahami siapa lawan bicara kita (apa keinginan mereka, apa permasalahan mereka, apa yang mereka perlukan dari kita). Jika kita telah memahami mereka, tentunya kita bisa mengkomunikasikan apa yang kiranya dapat menarik perhatian mereka, dan apa yang kiranya mau mereka terima, ataupun dukung.
Kontak Mata
Kontak mata merupakan bagian yang penting dalam berkomunikasi. Dengan melibatkan kontak mata dengan orang yang kita ajak bicara, kita memberi kesan dan pesan kepada orang tersebut bahwa kita sungguh-sungguh terhadap apa yang kita komunikasikan.
Kesungguhan kita ini tentunya akan mendorong lawan bicara memperhatikan dengan seksama apapun yang kita komunikasikan. Mereka juga lebih percaya kepada kita karena kesungguhan yang kita perlihatkan, sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk memahami atau melakukan apapun yang kita anjurkan kepada mereka.
Tentu, beda masalahnya jika yang kita ajak bicara adalah lawan jenis. Kalo dengan lawan jenis, kontak mata yang terjadi bisa menimbulkan bahaya yang lain.
Senyum Hangat
Senyum merupakan sedekah yang murah, meriah, dan mudah. Senyuman memang merupakan senjata yang paling ampuh yang dapat digunakan untuk membuka komunikasi. Senyuman yang tulus dan hangat dapat mengatasi berbagai hambatan dalam komunikasi, misalnya: ketegangan, kecurigaan, kemarahan, kecemburuan.
Sebuah senyuman juga merupakan indikasi kita memiliki emosi positif terhadap orang yang kita ajak berkomunikasi. Jika lawan bicara merasa kita memang ”suka” berkomunikasi dengannya, akan lebih mudah bagi orang tersebut menerima masukan, pendapat, ataupun solusi yang kita tawarkan kepadanya.
Saling Menyukai
Komunikasi juga akan lebih efektif, jika orang-orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut saling menyukai.
Menyukai orang lain yang kita ajak berkomunikasi merupakan awal kemampuan berkomunikasi yang efektif.
Menyukai dan disukai, tidak bisa terjadi dalam sekejap. Memang harus ada saling mengenal, saling memahami, dan saling menolong. Semakin banyak interaksi dalam hal-hal yang positif ini, maka ornag yang kita ajak berkomunikasi akan semakin mudah untuk mengerti, menerima, dan mempercayai semua yang kita komunikasikan kepadanya.
Nah, jika Anda merasa mandeg dalam berkomunikasi, cobalah terapkan komunikasi empatik di atas. Latihlah dan praktekkan kiat-kiat mewarnai komunikasi dengan empati tersebut, Mudah-mudahan, komunikasi akan lebih enak dan kedua belah pihak akan merasa senang. Selamat berkomunikasi! [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar