Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah pada Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta Aulia Sani mengatakan efek psikoaktif nikotin yang sangat kuat membuat para perokok sulit menghentikan kebiasaan mereka menghisap rokok.
“Efek psikoaktif yang ditimbulkan nikotin 5-10 kali lebih kuat dari kokain dan morfin,” katanya pada acara peluncuran kampanye berhenti merokok “Break Free” di Jakarta.
Ia menjelaskan, reseptor pada otak yang menerima nikotin akan melepaskan dopamin yang memberikan rasa nyaman sementara. Kehilangan rasa nyaman akan saat kadar nikotin menurun menimbulkan keinginan kembali untuk merokok. “Dan kebutuhan ini makin lama makin besar,” katanya.
Faktor yang lainnya, kata dia, adalah kemudahan mendapatkan rokok dan gangguan-gangguan yang muncul saat seseorang berhenti merokok. Menurut dia orang yang berhenti merokok akan mengalami gejala ketagihan seperti insomnia atau gangguan tidur, rasa frustasi dan marah, gangguan kecemasan, kesulitan berkonsentrasi dan depresi. “Nafsu makan biasanya juga jadi meningkat, ini membuat sebagian orang kembali merokok karena khawatir berat badan meningkat setelah berhenti merokok,” katanya.
Kesulitan-kesulitan semacam itu serta kurangnya pengetahuan perokok mengenai cara menghentikan kecanduan nikotin, menurut dokter spesialis kedokteran jiwa pada Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Tribowo T Ginting, membuat sebagian besar perokok gagal menghentikan kebiasaan merokok.
Ia mengatakan sebanyak 70 persen perokok ingin menghentikan kebiasaan mereka menghisap rokok namun hanya 5-10 persen yang berhasil melakukannya tanpa bantuan “Mereka yang berhasil adalah perokok dengan tingkat adiksi mereka rendah, hanya merokok sesekali saja,” katanya.
Kesulitan itu, menurut Aulia, antara lain bisa diatasi dengan memanfaatkan beberapa terapi termasuk seperti terapi pengobatan, terapi perilaku dan penerapan pendekatan psikologis. Sekarang, kata dia, sudah ada obat-obatan yang bekerja membantu membantu mengatasi gangguan yang muncul ketika seseorang berhenti merokok.
“Keamanan dan tolerabilitasnya juga baik. Tidak menimbulkan efek samping yang mengganggu,” katanya. Di samping terapi pengobatan, menurut Tribowo, motivasi, niat dan komitmen yang kuat dari perokok bisa menjadi modal awal untuk berhenti merokok.
“Dukungan keluarga dan teman sangat penting dalam hal ini,” katanya. Menurut dia, dukungan keluarga antara lain bisa diekspresikan dengan menghargai keputusan pasien untuk berhenti merokok dan membangkitkan kewaspadaan mereka terhadap konsekuensi negatif akibat kebiasaan buruk mereka untuk meningkatkan motivasi.
“Sediakan waktu untuk mendukung mereka, luangkan waktu untuk mengalihkan pikiran dari rokok ke kegiatan lain yang positif. Bantu mereka mendapatkan apa yang diperlukan. Kalau perlu bikin perayaan atas setiap tahap keberhasilan mereka,” katanya seperti dilansir antaranews.com.
Ia menambahkan, sebaiknya keluarga dan teman juga membersihkan rumah dari atribut-atribut rokok seperti bungkus rokok, asbak, dan korek api serta mengajak sesama perokok tidak merokok di depan pasien.
“Sebaiknya bersabar, khususnya dalam 1-2 minggu pertama, karena kemungkinan akan timbul perselisihan dengan anggota keluarga yang sedang berusaha berhenti merokok,” katanya.
Aulia menjelaskan selain membuat orang-orang di sekitarnya lebih sehat, orang-orang yang menghentikan kebiasaan merokok juga bisa membersihkan tubuh mereka dari nikotin dan menjadi lebih sehat.
“Pada 20 menit pertama setelah berhenti, tekanan darah, denyut jantung dan aliran darah tepi akan membaik, 12 jam setelah berhenti tingkat karbon monoksida dalam darah kembali normal,” katanya.
Ia menambahkan 48 jam setelah berhenti merokok, sistem aliran darah juga akan membaik dan fungsi jantung meningkat. “Dua sampai 12 minggu setelah berhenti nikotin akan tereliminasi dari sistem sehingga indera pengecap dan penciuman membaik,” katanya.
Dalam jangka panjang, satu-sampai sembilan bulan setelah merokok, kata dia, sesak nafas dan batuk-batuk akan berurang dan setelah satu tahun risiko terkena jantung koroner menurun separuhnya. “Risiko serangan jantung dan stroke turun ke tingkat yang sama dengan bukan perokok setelah 15 tahun,” demikian Aulia Sani. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar