Pengurus kebun binatang di sebuah kebun binatang Inggris memperhatikan beberapa monyet yang hidup dalam sekelompok mandrill terkadang melakukan sikap yang aneh: mereka menutupi matanya dengan satu tangan. Sekilas sikap itu tidak masuk akal karena hal tersebut dilakukan bahkan pada sore hari ketika tak ada matahari yang harus dihalangi, terlebih si monyet tetap membuka mata selama menaruh tangan di depan matanya.
Mark Laidre, ahli biologi integratif dari Princeton University di New Jersey, Amerika Serikat, punya teori sendiri. Tangan yang diletakkan di atas mata mengindikasikan semacam sinyal "jangan ganggu" yang digunakan oleh monyet rendahan agar monyet lain tidak mendekatinya. Karena bahasa tubuh itu tampaknya tidak terlihat pada mandrill lain, baik di penangkaran maupun di kehidupan liar, Laidre yakin tanda tersebut ada kemungkinan merupakan bukti adanya budaya sosial di antara binatang.
Pada 1999, pengurus kebun binatang melihat Milly, seekor mandrill betina muda, melakukan gerakan itu untuk pertama kalinya. Namun tak ada seorang pun yang menyadari arti gerakan itu sampai Laidre mengunjungi kebun binatang tersebut pada 2007. Pada saat itu, Laidre telah mengamati mandrill di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara selama lebih dari lima tahun. "Saya pertama kali melihat perilaku tersebut setelah beberapa jam melakukan observasi," kata dia. "Saya tak pernah melihat ini sebelumnya. Itu sangat menarik."
Dari perspektif ilmiah, budaya adalah sebuah perilaku yang dipelajari dari orang lain yang berbeda dalam setiap populasi. Perilaku yang semula dianggap hanya dimiliki manusia itu ternyata juga terlihat pada beberapa binatang. Macaca fuscaca atau monyet Jepang, misalnya, kerap mencuci makanannya yang berpasir di dalam air, atau lumba-lumba yang menggunakan bunga karang sebagai alat mencari makanan.
Dalam sejumlah kasus, contoh perilaku belajar seperti itu dilandasi oleh kondisi fisik lingkungan, seperti penggunaan bunga karang oleh lumba-lumba. Karang dapat melindungi moncong lumba-lumba ketika mereka mencari mangsanya.
Ada banyak bukti bahwa binatang dapat mengembangkan sikap yang benar-benar bermakna sosial, sama seperti manusia. Laidre mengatakan, di antara binatang, hampir semua sikap berlandaskan budaya yang teridentifikasi selama ini terbatas pada monyet. Dia menegaskan bahwa selama ini belum pernah tercatat adanya persilangan budaya di antara monyet yang dipelajarinya. "Mandrill tidak pernah sekalipun terobservasi menggunakan bahasa tubuh yang diarahkan terhadap manusia," ujarnya. "Itu tanda tidak mengindahkan manusia."
Laidre telah mengobservasi kelompok yang terdiri atas 23 mandrill itu selama 100 jam pada 2007 dan 2008. Pada titik tersebut, sikap itu telah dipraktekkan di antara sejumlah anggota kelompok.
Dia memperhatikan bahwa mandrill, monyet terbesar dan tinggal di hutan hujan Afrika Barat, selalu diam ketika melakukan sikap tersebut. Sebagian besar sikap "jangan ganggu" itu dilakukan ketika tidak ada sinar matahari langsung, dan mereka mengintip lewat sela-sela jari. Dia juga menemukan bahwa, ketika binatang itu menutupi mata antara 6 dan 17 menit, jumlah binatang lain yang mendekat maupun menyentuh mereka menjadi lebih sedikit.
Tidak semua mandrill dalam kelompok itu menggunakan sikap tersebut. Hanya tujuh monyet yang melakukan gerakan itu, dan Milly adalah satu-satunya betina, namun semuanya berada dalam hierarki sosial terendah. Gerakan menutup mata tampaknya dilakukan untuk menghindari segala bentuk interaksi sosial. Tapi dalam studinya, Laidre mencatat bahwa sinyal itu ada kemungkinan membuat monyet dengan peringkat rendah terhindar dari serangan dan penganiayaan dari individu yang peringkatnya lebih tinggi.
"Dengan tangan menutupi mata, individu itu ada kemungkinan menyampaikan pesan kepada monyet di sekitarnya bahwa mereka ingin dibiarkan sendirian, dan pesan ini mungkin telah diakui sebagai tanda 'jangan ganggu'," kata Laidre.
Gerakan menutup mata ini sangat unik dan hanya ditemukan pada kelompok mandrill di sebuah kebun binatang di Colchester, Inggris. Bahasa tubuh itu tidak terlihat dalam 18 kelompok mandrill lain yang pernah diobservasi oleh Mark Laidre dan peneliti monyet lain baik di penangkaran maupun kelompok liar di Amerika, Gabon, Italia, dan wilayah Inggris lain.
Sama seperti anak-anak, monyet tidak menunjukkan bahwa mereka mempunyai teori berpikir, yang berarti mereka tidak memahami bahwa monyet lain punya perspektif berbeda dengannya. "Jadi, mungkin dengan menutupi mata mereka, monyet tersebut yakin mereka tersembunyi," kata Laidre. "Jika ada monyet lain menyentuh, mereka akan bereaksi negatif, sehingga terbangun asosiasi antara sikap dan reaksi negatif ketika didekati atau disentuh."
Ada kemungkinan bahwa hidup dalam penangkaran juga memainkan peran dalam terbentuknya sikap itu. Di alam, mandrill hidup dalam kelompok yang jauh lebih besar, dan para pejantan pergi selama setengah tahun. Penyebaran ini membuat monyet jantan muda terbebas dari kekejaman monyet jantan peringkat atas, tapi di dalam penangkaran hal itu tidak terjadi.
"Mereka berada di dalam lingkungan yang tertutup. Mereka harus berurusan dengan semua anggota kelompok," kata Laidre, yang kini menjadi research fellow di University of California, Berkeley. Dia mencatat bahwa, meski mandrill mempunyai hierarki sosial yang ketat, individu dengan peringkat tinggi tidak terlalu bengis dibanding monyet spesies lain.
Terciptanya dan penyebaran gerakan itu ada kemungkinan terjadi karena memperoleh peluang. "Sama seperti apa yang terjadi dalam kebudayaan manusia," ujarnya. [sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar