1. Waktu sepertiga malam terakhir di waktu orang lain terlelap dalam tidurnya. Allah SWT berfirman:
“…Mereka (para muttaqin) sedikit sekali tidur di waktu malam, dan di akhir malam, mereka memohon ampun (kepada Allah).”(QS. Adz-Dzariyat: 18-19).
Rasulullah SAW bersabda:
“Rabb (Tuhan) kita turun di setiap malam ke langit yang terendah, iaitu saat sepertiga malam terakhir, maka Dia berfirman : Siapa yang berdoa kepadaKu maka Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaKu maka Aku berikan kepadanya, dan siapa yang meminta ampun kepadaKu maka Aku ampunkan untuknya”. (HR. Al-Bukhari no. 1145, 6321 dan Muslim no. 758).
Dan Amr bin Ibnu Abasah, Nabi SAW bersabda:
“kedudukan yang paling dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat ia dalam sujudnya dan jika ia bangun melaksanakan shalat pada sepertiga malam yang akhir. Karena itu, jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu maka jadilah.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan di-shahih-kan oleh At-Tirmidzi, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, dan Al-Albani).
2. Waktu antara adzan dan iqamah, saat menunggu shalat berjama’ah. Sayangnya waktu mustajab ini sering disalahgunakan sebagian umat Islam yang kurang mengerti sunnah atau oleh orang yang kurang menghargai sunnah, sehingga diisi dengan hal-hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan Islam (cth:membicarakan urusan dunia, atau hal-hal lain yang tidak bernilai ibadah.)
Ketentuan waktu ini adalah berdasarkan hadits Anas bin Malik RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Doa itu tidak ditolak antara adzan dan iqamah, maka berdoalah!” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan menurut Al-Arnauth dalam Jami’ul Ushul).
Juga berdasarkan hadits Abdullah bin Amr Ibnul Ash RA, bahwa ada seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin itu telah mendahului kita”, maka Rasulullah SAW bersabda: “Ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh para muadzin itu dan jika kamu selesai (menjawab), maka berdoalah, maka doa kamu pasti akan dibalas” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban, di-hasan-kan oleh Al-Arnauth dan Al-Albani).
3. Pada waktu sujud. iaitu sujud dalam solat atau sujud-sujud lain yang diajarkan Islam. Seperti sujud syukur, sujud tilawah dan sujud sahwi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Kedudukan hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyakanlah doa.” (HR. Muslim).
Dan hadits Ibnu Abbas RA, ia berkata : “Rasulullah SAW membuka tabir (ketika beliau sakit), sementara orang ramai sedang berbaris (solat) di belakang Abu Bakar RA, maka Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya tidak tersisa dari mubasysyirat nubuwwah (kabar gembira selepas kenabian) kecuali mimpi bagus yang dilihat oleh seorang muslim atau diperlihatkan untuknya. Ingatlah bahwasanya aku dilarang untuk membaca Al-Qur’an ketika ruku’ atau ketika sujud. Adapun di dalam ruku’, maka agungkanlah Allah dan adapun di dalam sujud, maka giatkanlah berdoa, kerana (hal itu) boleh mengabulkan doa kalian.” (HR. Muslim).
4. Setelah solat fardlu. iaitu setelah melaksanakan solat2 wajib lima waktu, termasuk slps solat Jum’at. Allah berfirman:
“Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan selesai shalat.” (QS. Qaaf: 40).
Juga berdasarkan hadits Umamah Al-Bahili, ia berkata : “Rasulullah SAW ditanya tentang doa apa yang paling didengar (oleh Allah), maka beliau bersabda: “Tengah malam terakhir dan setelah solat2 yang diwajibkan.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata: hadist ini hasan).
Karena itu Imam Syafi’i dan para pengikutnya berkata, dianjurkan bagi imam dan makmumnya serta orang-orang yang solat sendirian memperbanyakkan zikir, wirid dan doa setelah selesai solat fardhu. Dan dianjurkan membaca dengan perlahan, kecuali jika makmum belum mengerti maka imam boleh mengeraskannya agar makmum boleh mengikutnya. Setelah mereka mengerti, maka semua kembali pada hukum yg asal iaitu sirri (samar-samar). (Syarh Muhadzdzab, III/487).
5. Pada waktu-waktu khusus, tetapi tidak diketahui dengan pasti batasan-batasannya. yaitu sesaat di setiap malam dan sesaat setiap hari Jum’at. Hal ini berdasarkan hadist Jabir RA, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya di malam hari ada satu saat (yang mustajab), tidak ada seorang muslim pun yang bertepatan pada waktu itu meminta kepada Allah kebaikan urusan dunia dan akhirat melainkan Allah pasti akan mengkabulkan doanya.” (HR. Muslim).
Hadits Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW pernah menyebut hari Jum’at, beliau bersabda:
“Di dalamnya ada satu saat (yang mustajab) tidaklah seorang hamba muslim yang kebetulan waktu itu sedang mendirikan solat (atau menunggu shalat) dan memohon kepada Allah sesuatu (hajat) melainkan Allah pasti mengabulkan permohonannya.” dan Nabi mengisyaratkan dengan tangannya akan sedikitnya saat mustajab itu. (HR. Al-Bukhari).
Di dalam hadist Muslim dan Abu Dawud dijelaskan: “iaitu waktu antara duduknya imam (khatib) sampai selesainya solat (Jum’at)”. Inilah riwayat yang paling shahih dalam hal ini. Sedangkan dalam hadist Abu Dawud yang lain Nabi memerintahkan agar kita mencarinya di akhir waktu Ashar.
An-Nawawi rahimmahullah menjelaskan bahwa para ulama berselisih dalam menentukan saat ijabah ini sehingga menjadi sebelas pendapat. Yang benar-benar saat ijabah adalah di antara mula naiknya khatib ke atas mimbar sampai selesainya imam dari solat Jum’at. Hal ini berdasarkan hadist yang sangat jelas dalam riwayat Muslim di atas.
Imam An-Nawawi rahimmahullah melanjutkan: “Adapun hadist yang berbunyi: ‘Carilah saat itu pada akhir sesudah Ashar’ (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i dengan sanad shahih), maka hal ini memberi kemungkinan bahwa saat ijabah itu boleh berpindah-pindah, kadang-kadang di saat ini, kadang-kadang di saat itu seperti halnya lailatul qadar.”
Imam Ahmad rahimmahullah berkata: “Kebanyakan ahli hadits menyatakan saat itu adalah setelah Ashar dan diharapkan setelah tergelincirnya matahari.” berlainan dengan Ibnu Qayyim. Beliau menjadikannya sebagai dua waktu ijabah yang berlainan. Dalam Kitab Al-Jawabul Kafi beliau berkata:
“(Pertama), jika doa itu disertai dengan hadirnya hati dan kesungguhannya dalam berkonsentrasi terhadap apa yang diminta, dan bertepatan dengan salah satu dari waktu-waktu ijabah yang enam itu, iaitu :
1. Sepertiga akhir dari waktu malam.
2. Ketika adzan.
3. Waktu antara adzan dan iqamah.
4. Setelah solat2 fardlu.
5. Ketika imam naik ke atas mimbar pada hari Jum’at sampai selesainya shalat Jum’at pada hari itu.
6. Waktu terakhir setelah Ashar”.
(Kedua), jika doa tadi bertepatan dengan kekhusyu’an hati, merendahkan diri di hadapan Sang Penguasa. Menghadap kiblat, berada dalam keadaan suci dari hadats, mengangkat kedua tangan, memulai dengan tahmid (puji-pujian), kemudian membaca shalawat atas Muhammad. Lalu bertaubat dan beristighfar sebelum menyebutkan hajat. Kemudian mengharap kepada Allah, bersungguh-bersungguh dalam memohon dengan penuh kefaqiran,dengan rasa harap dan cemas. Dan bertawassul dengan asma dan sifatNya serta mentauhidkanNya. Lalu ia dahului doanya itu dengan sedekah terlebih dahulu, maka doa seperti itu hampir tidak tertolak selamanya. Apalagi jika memakai doa-doa yang dikabarkan Nabi SAW sebagai doa yang mustajab atau yang mengandung Al-Ismul-A’zham (Nama Allah Yang Mahabesar).”
Ya Allah, kabulkanlah doa-doa kami.
Sumber rujukan :
Syekh Muhammad Thariq Muhammad Shalih, A’malul Muslim filYaumi wal Lailah.
Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fathul Bari 11/132.
An-Nawawi, Majmu’ IV/487 dan 548 -550.
Ibnu Qayyim, Al-Jawabul Kafi Hal 12.
Dan lain-lain-(“Saat-Saat Terkabulnya Doa”, “Abu Hamzah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar