Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
MUQADDIMAH
Ini adalah buku kecil dan singkat yang akan menerangkan sebagian apa yang harus diketahui oleh kaum muslimin secara umum tentang agama Islam. Saya memberinya judul: "Ad-Durusul Muhimmah li Ammatil Ummah" (Pelajaran-pelajaran Penting Untuk Masyarakat Umum). Saya memohon, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan manfaat dengan buku ini kepada kaum muslimin serta menerima karya ini (sebagai amal kebaikan) dari saya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pemurah dan Maha Mulia.
PELAJARAN KE-1 :
RUKUN ISLAM
Rukun Islam itu ada lima. Yang pertama dan yang paling besar adalah: Syahadah (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Penjelasan makna dan syarat "Laa Ilaaha Illallah" ( ). " " artinya kita menafikan segala apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, " " artinya kita menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata-mata, tidak ada sekutu bagiNya.
Syarat " " adalah; adanya:
1. Ilmu yang menafikan kebodohan (tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala).
2. Keyakinan yang menafikan keraguan.
3. Ikhlas (murni dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang menafikan syirik.
4. Kejujuran yang menafikan dusta.
5. Cinta yang menafikan kebencian.
6. Ketundukan yang menafikan pelanggaran (meninggalkan perintah).
7. Menerima tanpa ada penolakan.
8. Mengingkari semua apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
9. Syarat-syarat di atas telah terangkum dalam dua bait berikut:
"Ilmu, keyakinan, keikhlasan dan kejujuran disertai cinta, tunduk dan menerimanya Ditambah lagi yang kedelapan, yaitu, pengingkaranmu terhadap segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah."
Adapun syahadah/persaksian bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka konsekwensinya adalah: Membenarkan apa yang dikabarkan oleh beliau, mentaati perintah beliau, meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau dan hendaklah dia tidak menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan cara yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri dan RasulNya.
Kemudian, rukun Islam selanjutnya adalah: Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan, Haji ke Baitullah Al-Haram bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. q
PELAJARAN KE-2 :
RUKUN-RUKUN IMAN
Rukun-rukun Iman ada enam: beriman kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, para Rasul-Nya dan beriman kepada Hari Akhir serta Taqdir yang baik dan yang buruk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. q
PELAJARAN KE-3 :
PEMBAGIAN TAUHID & SYIRIK
Tauhid dibagi menjadi tiga :
1. Tauhid Rububiyah.
2. Tauhid Uluhiyah.
3. Tauhid Asma' wa Shifat.
Tauhid Rububiyah ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pencipta segala sesuatu dan mengurus kese-muanya dan tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut.
Adapun Tauhid Uluhiyah ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang berhak untuk disembah dengan haq, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut. Inilah makna
", artinya tidak ada yang pantas disembah dengan haq kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, segala bentuk ibadah seperti shalat, puasa dan yang lainnya, wajib dilaksanakan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Tidak boleh ada satu bentuk ibadah pun yang ditujukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Selanjutnya, Tauhid Asma' wa Shifat ialah mengimani semua apa yang disebutkan dalam Al-Qur'anul Karim dan Hadits-hadits shahih tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sifat-sifatNya. Lalu menetapkan itu semua untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa 'tahrif' (mengubah), tanpa ta'thil (meniadakan), takyif (menanyakan bagaimana caranya), dan tanpa tamstil (penye-rupaan), sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Katakan, Dialah Allah Yang Mahaesa. Allah tempat bergan-tung. Tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Dan tidak ada yang sebanding denganNya seorang pun." (Al-Ikhlas: 1-4).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Tidak ada yang seperti Dia sesuatu pun dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11).
Tapi ada sebagian ulama yang membagi tauhid menjadi dua bagian saja dengan menggabungkan Tauhid Asma' wa Shifat pada Tauhid Rububiyah. Dan tidak ada masalah dalam hal ini, karena yang dimaksud oleh dua macam pembagian ini sudah jelas.
PEMBAGIAN SYIRIK
Syirik dibagi menjadi tiga bagian:
1. Syirik Akbar (Besar).
2. Syirik Ashghar (Kecil).
3. Syirik Khofi (Samar).
SYIRIK AKBAR (BESAR)
Syirik akbar akan menghapuskan pahala amal dan akan me-ngekalkan pelakunya di dalam Neraka. Seperti yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dan kalau mereka melakukan syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), pasti akan gugur dari mereka (pahala) apa yang mereka lakukan." (An-An'am: 88).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka." (At-Taubah: 17).
Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan melakukan syirik akbar, maka dia tidak akan diampuni, dan Surga diharamkan baginya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (An-Nisa': 48).
Di dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Maidah: 72).
Yang termasuk syirik akbar, di antaranya adalah berdo'a (meminta) kepada orang mati dan patung (berhala), mohon perlindungan kepada mereka, juga bernadzar dan berkorban (menyembelih binatang) untuk mereka dan lain sebagainya.
SYIRIK ASHGHAR (KECIL)
Syirik kecil ialah beberapa tindakan yang sudah jelas disebut-kan dalam nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah sebagai syirik, tetapi tidak termasuk jenis syirik besar. Contohnya adalah riya' (ingin dilihat orang) dalam beramal, bersumpah tidak dengan nama Allah dan mengatakan " " (Sesuatu yang dikehen-daki oleh Allah dan dikehendaki oleh fulan) dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesuatu yang paling aku takuti terhadap kalian adalah syirik kecil. Lalu beliau ditanya syirik kecil itu. Beliau men-jawab: riya'." (HR. Imam Ahmad, Ath-Thabrany, Al-Baihaqi dari Mahmud bin Labid Al-Anshari radhiallahu 'anhu dengan sebuah sanad yang baik, dan diriwayatkan oleh Ath-Thabrany --dengan beberapa sanad yang baik dari Mahmud bin Labid-- dari Rafi' bin Khudaij dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu -selain Allah- maka dia telah menyekutukan (Allah)." (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
Hadits Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih dan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
"Barangsiapa yang bersumpah dengan (menyebut nama) selain Allah, maka dia telah kafir atau syirik."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian mengatakan: ('Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan'), tapi katakanlah: ('Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si fulan')." (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhi-allahu 'anhu).
Syirik kecil ini tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam serta tidak memastikan kekalnya seseorang di dalam Neraka, tetapi menghilangkan kesempurnaan tauhid yang semestinya.
Syirik KHOFI (Samar)
Syirik khofi ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana beliau bertanya kepada para sahabat:
"Bagaimana sekiranya aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku takuti (terjadi) pada kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal? Mereka menjawab: Ya, wahai Rasulullah! Rasulullah bersabda: "Syirik yang samar (contohnya), sese-orang berdiri lalu dia melakukan shalat maka dia perbagus shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhati-kan kepadanya." (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abi Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu).
Bisa juga syirik itu dibagi menjadi dua bagian saja. Syirik besar dan syirik kecil. Adapun syirik khofi, bisa masuk dalam dua jenis syirik tadi. Bisa terjadi pada syirik besar, seperti syiriknya orang-orang munafik. Karena mereka itu menyembunyikan keyakinan sesat mereka dan berpura-pura masuk Islam dengan dasar riya' dan khawatir akan keselamatan diri mereka. Bisa juga terjadi pada syirik kecil seperti yang disebutkan dalam hadits Mahmud bin Labid Al-Anshari yang terdahulu dan hadits Abu Said yang tersebut di atas. q
PELAJARAN KE-4 :
RUKUN IHSAN
Ihsan adalah kamu menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala seolah-olah kamu melihatNya. Bila kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia dapat melihatmu. q
PELAJARAN KE-5 :
SURAT AL-FATIHAH DAN SURAT-SURAT PENDEK
Hendaklah kita mengajarkan surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek lainnya yang memungkinkan, seperti dari surat Az-Zalzalah sampai dengan surat An-Nas, diajarkan secara langsung, diperbagus cara bacaannya, disuruh menghafalkan dan dijelaskan hal-hal penting yang harus difahami.
PELAJARAN KE-6 :
SYARAT-SYARAT SHALAT
Syarat-syarat shalat ada 9 (sembilan) :
1. Islam.
2. Berakal.
3. Bisa membedakan (tamyiz).
4. Suci dari hadats.
5. Menghilangkan najis.
6. Menutup aurat.
7. Masuk waktu shalat.
8. Menghadap kiblat
9. Berniat.
PELAJARAN KE-7 :
RUKUN-RUKUN SHALAT
1. Berdiri bila mampu.
2. Takbiratul ihram (membaca Allahu Akbar).
3. Membaca surat Al-Fatihah.
4. Ruku'.
5. Bersujud dengan tujuh anggota (badan).(1)
6. Bangun dari sujud.
7. Duduk di antara dua sujud.
8. Thuma'ninah (tenang) dalam setiap gerakan shalat.
9. Tertib atau berurutan dalam melakukan rukun-rukun di atas.
10. Tasyahhud akhir (membaca At-Tahiyat).
11. Duduk ketika tasyahhud akhir.
12. Membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
13. Mengucapkan dua salam.
PELAJARAN KE-8 :
WAJIB-WAJIB SHALAT
Wajib-wajib shalat ada 8 :
1. Semua takbir dalam shalat selain takbiratul ihram.
2. Membaca: ("Allah Maha Mendengar hamba yang memujiNya.") bagi imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid).
3. Membaca: ("Wahai Rabb kami, bagiMu segala puji.") bagi setiap orang yang shalat (imam, makmum atau munfarid).
4. Membaca: ("Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.") di saat ruku'.
5. Membaca: ("Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.") di saat sujud.
6. Membaca: ("Ya Rabb, ampunilah aku.") di saat duduk di antara dua sujud.
7. Tasyahhud pertama.
8. Duduk ketika tasyahhud pertama.
PELAJARAN KE-9 :
KETERANGAN TENTANG TASYAHHUD
Bertasyahhud ialah membaca:
"Segala pengagungan, pengharapan dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan atasmu wahai Nabi, juga anugerah dan berkahNya. Semoga keselamatan atas kami dan atas segenap hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesem-bahan yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya."
Kemudian membaca shalawat dan permohonan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membaca:
"Ya Allah, anugerahkanlah shalawat atas Muhammad dan ke-luarganya, sebagaimana Engkau telah menganugerahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad beserta keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mahamulia."
Kemudian dilanjutkan --untuk tasyahhud terakhir-- dengan memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari siksa Neraka Jahannam, siksa kubur, ujian kehidupan dan kemati-an dan dari godaan Dajjal. Setelah itu, boleh membaca do'a apa saja yang dia inginkan, diutamakan do'a-do'a yang ma'tsur (ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), misalnya:
"Ya Allah, bantulah aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah sebaik-baiknya kepadaMu. Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan maghfirah dariMu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih." q
PELAJARAN KE-10 :
SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Di antaranya ialah:
1. Membaca do'a istiftah.
2. Meletakkan telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri di atas dada ketika berdiri sebelum ruku' dan setelah ruku' (i'tidal).
3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari lurus dan dirapatkan sejajar dengan pundak atau telinga, saat takbiratul ihram (takbir pertama), ruku', bangun dari ruku' dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju ke rakaat ketiga.
4. Membaca tasbih saat ruku' dan sujud lebih dari satu kali (yang sunnah adalah yang kedua dan selanjutnya).
5. Kelanjutan dari bacaan: " " setelah bangun dari ruku' dan membaca do'a istighfar lebih dari satu kali ketika duduk di antara dua sujud.
6. Memposisikan kepala sejajar dengan punggung ketika ruku'.
7. Menjauhkan dua lengan dari dua sisi badannya, menjauhkan perut dari dua paha dan menjauhkan dua paha dari dua betis-nya di saat bersujud.
8. Mengangkat dua lengan dari tanah di saat sujud.
9. Duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy) di saat tasyahhud pertama dan ketika duduk di antara dua sujud.
10. Duduk tawarruk di saat tasyahhud terakhir dalam shalat yang empat rakaat atau tiga rakaat. Duduk tawarruk itu ialah duduk di atas tanah dengan posisi kaki kiri berada di bawah kaki kanan, sementara kaki kanan tersebut ditegakkan.
11. Memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk pada tasyahhud pertama dan terakhir, dari mulai pertama kali duduk sampai selesai membaca tasyahhud, sembari menggerakkan jari telunjuk tersebut di saat berdo'a.
12. Membaca shalawat dan permohonan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan keluarga beliau, juga untuk Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud pertama.
13. Membaca do'a pada tasyahhud terakhir.
14. Mengeraskan bacaan pada waktu shalat Subuh, shalat Jum'at, shalat dua hari raya, shalat istisqa' (minta hujan) dan pada dua rakaat pertama dari shalat Maghrib dan shalat Isya'.
15. Menyamarkan bacaan pada waktu shalat Dhuhur, shalat Ashar dan pada rakaat ketiga dari shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir dari shalat Isya'.
16. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an setelah membaca surat Al-Fatihah, ditambah lagi dengan sunnah-sunnah lain yang belum kita sebutkan disini, di antaranya adalah: Kelanjutan bacaan
" setelah berdiri dari ruku' oleh imam, ma'mum dan orang yang shalat munfarid (sendirian). Hal ini termasuk sunnah. Di antaranya pula adalah: meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut dengan jari-jari yang direng-gangkan di saat ruku'. q
PENJELASAN KE-11 :
YANG MEMBATALKAN SHALAT
Yang membatalkan shalat ada delapan:
1. Berbicara dengan sengaja, dalam kondisi ingat dan mengerti. Adapun orang yang lupa dan yang tidak mengerti (bodoh), maka shalatnya tidak batal.
2. Tertawa.
3. Makan.
4. Minum.
5. Terbuka aurat.
6. Bergeser jauh dari arah kiblat.
7. Perbuatan "abats" (gerakan tidak berguna, seperti meng-goyangkan kepala, tangan dan lain sebagainya, pen.) yang dilakukan dengan sering dan berturut-turut di saat shalat.
8. Batalnya thaharah (wudhu). q
PELAJARAN KE-12 :
SYARAT-SYARAT WUDHU
Ada sepuluh:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Mumayyiz (bisa membedakan antara yang suci dan najis. pen.).
4. Niat.
5. Mempertahankan niat tersebut, artinya tidak bermaksud memotong niat tersebut sampai dia selesai berwudhu.
6. Hilangnya hal yang mewajibkan wudhu.
7. Ber-istinja dengan air atau batu sebelum wudhu.
8. Airnya suci dan boleh dipakai.
9. Menghilangkan apa-apa yang dapat mencegah sampainya air ke kulit.
10. Masuknya waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats.
PELAJARAN KE-13 :
FARDHU-FARDHU WUDHU
Fardhu-fardhu wudhu ada enam:
1. Membasuh muka, termasuk pula berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
2. Membasuh dua tangan sampai dua siku.
3. Mengusap seluruh kepala, termasuk di dalamnya dua telinga.
4. Membasuh dua kaki sampai / termasuk dua mata kaki.
5. Tertib/berurutan.
6. Bersegera/beruntun tanpa mengakhirkan (dalam melaksanakan tertib fardhu-fardhu tersebut, pen.).Dan disunnahkan membasuh muka, dua tangan dan dua kaki, masing-masing tiga kali, termasuk juga berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Yang wajib hanya satu kali saja. Adapun mengusap kepala, tidak disunnahkan lebih dari satu kali, seperti yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang shahih. q
PELAJARAN KE-14 :
YANG MEMBATALKAN WUDHU
Yang membatalkan wudhu ada enam:
1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur (buang air kecil dan air besar, pen.).
2. Keluarnya sesuatu yang najis dalam jumlah yang banyak dari tubuh.
3. Hilang akal, baik karena tidur atau lainnya.
4. Memegang kemaluan --yang di depan (qubul) dan di belakang (dubur)-- dengan tangan tanpa ada pelapis.
5. Makan daging onta.
6. Keluar (murtad) dari Islam.
Semoga Allah melindungi kita semua dari hal tersebut.
PERINGATAN PENTING
Memandikan jenazah itu, yang benar tidak membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama karena hal tersebut tidak ada dalil yang menyatakan batalnya wudhu. Tetapi, kalau yang memandikan itu sampai memegang kemaluan mayit tanpa ada pelapis, maka dia wajib berwudhu lagi.
Dan memang seharusnya, dia tidak memegang kemaluan mayit kecuali dengan menggunakan pelapis.
Begitu pula, bersentuhan dengan kulit perempuan tidak membatalkan wudhu, baik diikuti dengan syahwat atau tidak. Demikian menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat yang dikemukakan ulama, yakni selama yang bersentuhan itu tidak sampai mengeluarkan sesuatu. Karena, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah mencium sebagian isteri beliau, lalu melaksanakan shalat tanpa wudhu lagi.
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam dua ayat, masing-masing di surat An-Nisa' dan surat Al-Maidah, yang berbunyi: " " (atau kalian menyentuh wanita) maka yang dimaksud "menyentuh" di situ adalah jima menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat yang dikemukakan ulama. Dan ini juga adalah pendapat Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu dan sekelompok ulama salaf dan khalaf. Wallahu a'lam bish shawab. q
PELAJARAN KE-15 :
AKHLAK YANG HARUS DIMILIKI SETIAP MUSLIM
Di antaranya adalah:
1. Jujur.
2. Amanah.
3. Menjaga kehormatan.
4. Malu.
5. Berani.
6. Dermawan / murah hati.
7. Setia.
8. Menjauhkan diri dari semua yang diharamkan Allah.
9. Baik kepada tetangga.
10. Membantu orang yang membutuhkan sesuai kemampuan.
Dan lain sebagainya, dari akhlak yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. q
PELAJARAN KE-16 :
ADAB ( SOPAN SANTUN ) ISLAMI
Di antaranya:
1. Mengucapkan salam.
2. Bermuka ceria.
3. Makan dengan tangan kanan.
4. Minum dengan tangan kanan.
5. Membaca "Bismillah" sebelum mulai kegiatan/pekerjaan.
6. Membaca "Alhamdulillah" ketika selesai dari kegiatan/pekerjaan.
7. Membaca "Alhamdulillah" setelah bersin.
8. Mendo'akan orang yang membaca "Alhamdulillah" setelah bersin,(1) menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah untuk menshalatkan dan menguburnya.
9. Sopan santun yang diajarkan oleh syariat ketika masuk masjid atau rumah, atau ketika keluar dari keduanya. Juga, tata cara dan sopan santun ketika bepergian; ketika bersama kedua orangtua, kaum kerabat, para tetangga, orang-orang tua dan anak-anak muda.
10. Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi, memberikan do'a keberkahan untuk perkawinan.
11. Menghibur orang yang ditimpa musibah, dan banyak lagi adab-adab Islami lainnya. Misalnya yang berhubungan dengan mengenakan pakaian, melepaskan pakaian dan cara memakai sandal.
PELAJARAN KE-17 :
BERHATI-HATI TERHADAP PERBUATAN SYIRIK DAN MAKSIAT
Di antaranya adalah tujuh dosa besar yang dapat membina-sakan:
1. Menyekutukan Allah.
2. Sihir.
3. Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan alasan yang benar.
4. Makan riba.
5. Makan harta anak yatim.
6. Kabur / lari sewaktu perang.
7. Menuduh wanita mukminah yang terjaga kehormatannya dan jauh dari maksiat dengan perbuatan zina.
Dan di antara maksiat-maksiat itu adalah:
1. Durhaka kepada kedua orang tua.
2. Memutuskan hubungan silaturrahmi.
3. Memberikan kesaksian palsu.
4. Sumpah palsu.
5. Mengganggu tetangga.
6. Berbuat zhalim kepada orang, baik berhubungan dengan darah (seperti membunuh dan semacamnya, pen.), harta maupun kehormatan.
7. Minum minuman yang memabukkan, bermain judi (lotre, atau undian).
8. Ghibah (menceritakan aib orang), naminah (mengadu domba) dan semacamnya dari hal-hal yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta'ala atau RasulNya.
PELAJARAN KE-18 :
MENGURUS JENAZAH, MENSHALATKAN DAN MENGUBURKANNYA
Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Orang yang sedang sekarat, disyariatkan untuk ditalqini dengan kalimat " " Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Talqinilah orang-orang yang akan mati dari kalian (dengan ucapan): 'Laa ilaaha illallah'." (HR. Muslim dalam shahihnya)
Yang dimaksud dengan kata "Mautaakum" dalam hadits ini adalah orang-orang sedang sekarat, yaitu orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.
2. Bila sudah diyakini orang tersebut sudah meninggal, maka hendaklah kedua matanya dipejamkan, karena ada keterangan hadits tentang hal itu.
3. Diwajibkan memandikan jenazah/mayit muslim kecuali dia syahid (meninggal di medan perang fisabilillah). Dalam hal ini, dia tidak perlu dimandikan dan tidak perlu juga dishalatkan. Dia hanya cukup dikuburkan dengan pakaiannya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memandikan orang-orang yang meninggal di perang Uhud dan tidak pula menshalatkan mereka.
4. Cara memandikan jenazah
Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya. Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.
Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa. Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.
5. Cara Mengkafani Jenazah
Yang paling utama, untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah -semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.
Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk bagian bawah dan dua kain pembungkus.
Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah laki-laki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar, begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.
Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.
6. Yang Berhak Mengurus Jenazah.
Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.
Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan terdekat. Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut memandikan jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.
7. Cara Menshalatkan Jenazah.
Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca surat Al-Fatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa. Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir ketiga dan membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang hadir dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di antara kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas ke-Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia atas keimanan.
Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju. Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Berilah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa Neraka. Luaskanlah kuburnya, berilah dia cahaya di dalamnya.
Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami sesudahnya."
Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah kanan. Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.
Bila yang meninggal perempuan, maka ( ) dalam do'a di atas diganti dengan ( ) sehingga do'anya berbunyi:
Bila yang meninggal dua orang, maka diganti menjadi:
Bila yang meninggal lebih dari dua orang, maka diganti menjadi:
Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai pemberi syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua (orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan, lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa. Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.
Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.
8. Cara Menguburkan Jenazah
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah) agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."
Selanjutnya, kuburan boleh ditinggikan sejengkal dari tanah dan di atasnya diberi kerikil --kalau ada-- dan disiram dengan air.
Dan disyariatkan bagi orang-orang yang mengantarkannya untuk berdiri di sisi kuburan dan berdo'a untuk si mayit. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila sudah selesai menguburkan orang meninggal dunia, beliau berdiri di sampingnya dan berkata:
"Mohonlah ampun untuk saudara kalian dan mintakanlah untuknya ketetapan; sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya."
9. Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah dikuburkan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut, tapi dengan catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari setelah dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas kuburan. Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat di atas kuburan setelah sebulan dari penguburan.
10. Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu:
"Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya haram)." (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik).
Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara', tidak ada batasan waktu untuk hal itu.
11. Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian seorang kerabat dan yang lainnya.
12. Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."
Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
Inilah akhir dari apa yang dapat saya tuliskan. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita, keluarga dan sahabatnya.
Harap Cantumkan Dicopy dari :
Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar